Header Ads

test

Sejarah STGH

Sekilas STGH
STGH HKBP Seminarium Sipoholon merupakan salah satu kampus yang bernuansa kerohanian yang dikhususkan untuk menjadi Guru Jemaat atau Guru Huria dalam melayani di beberpa gereja Kristen Protestan terutama di gereja-gereja yang beraliran Lutheran, namun diutamakan di gereja HKBP, karena STGH adalah salah satu dari beberapa perguruan tinggi milik HKBP (Huria Kristen Batak Protestan).

Pada awalnya nomenklatur dari perguruan tersebut adalah Sekolah Guru Huria (SGH) HKBP, yang setara dengan Sekolah Tingkat Atas (SLTA) sederajat. Namun perguruan tersebut sempat vakum di beberpa tahun yang lalu sebelum tahun 1946, dan pada tahun 1964 itu juga SGH kembali dibuka. Selanjut di beberapa tahun yang lalu setelah jenjang SGH disetarakan dengan Pendidikan Diploma III (D.III).

Pada abad milenium ini, sekitar tahun 2007 sekolah tersebut berubah nomenklatur menjadi Sekolah Tinggi Guru Huria HKBP dan juga berubah jenjang setara dengan Pendidikan Diploma IV (D.IV).

Kemudian pada tahun 2013, Sekolah Tinggi Guru Huria HKBP mendapat Surat Izin Operasional dari Kementeriaan Agama untuk 5 tahun. Hal tersebut juga beriringan dengan meningkatkatnya kualitas tamatan STGH, dari D.IV menjadi S1 Pendidikan Kristen.

Fungsi dan Program Studi
STGH adalah suatu tempat persamayan bagi orang yang terpanggil secara rohaniah dan menjadi suatu tempat pembibitan untuk menjadi seorang pelayan yang baik, bermutu dan berkualitas, dan mampu mengembangkan kehidupan yang harmonis di jemaat nantinya.

Program studi STGH hampir mirip dengan Program Studi Sekolah Tinggi Teologi (STT), yakni sama-sama mempelajari ilmu teologi (tidak sepenuhnya mendalami ilmu teologi), akan tetapi program studinya lebih dominan ke praktika seperti Missiologi, Liturgika, musik, musik, gerejawi, manajemen/administrasi gereja, dan lain-lain.

Mahasiswa STGH dididik untuk menjadi Guru Jemaat/Huria sekaligus menjadi perpanjangan tangan Pendeta dalam melakukan pelayanan nantinya.

Sejarah STGH
a. Latar belakang berdiri
Pekerjaan pebakabaran injil RMG yang mulai dirasakan luasnya, membuat RMG ingin menambah jumlah tenaga pelayan. Atas dukungan RMG Jerman, para penginjil RMG di Tanah Batak sepakat untuk mendidik orang Batak menjadi guru yang berjiwa penginjil. Tenaga guru dimaksud akan mengemban tugas untuk mengajar anak-anak dalam bidang pengetahuan umum, kerohanian dan sekaligus memimpin jemaat. 

Pada tahun 1868 didirikanlah sekolah Guru Injil di Tanah Batak bagian selatan, bertempat di Parausorat, yang kemudian terkenal dengan nama Seminari Parausorat. Murid yang pertama ada lima orang, yaitu Thomas, Paulus, Markus, Yohanes dan Ephraim. Setelah tamat, mereka kemudian lazim disebut sebagai guru sending